Google Menghadapi Tuntutan Fantastis Rp 111 Triliun di Inggris Karena Kuasanya di Mesin Pencari

Google dituntut 5 miliar poundsterling atau setara Rp 111 triliun (kurs Rp22.244 per GBP), di Inggris. Gugatan ini dilayangkan atas tuduhan bahwa Google telah menyalahgunakan dominasi di pasar pencarian online untuk secara tidak adil menaikkan harga bagi para pengiklan.
Tuntutan yang bersifat kolektif berarti class action Hal ini disajikan pada hari Rabu (16/4) kemarin, seperti diutarakannya oleh CNBC. Kemudian, Pengadilan Banding Persaingan menyatakan bahwa Google telah memanfaatkan kedudukannya yang monopoli untuk mencegah pertumbuhan mesin pencari kompetitor lainnya.
Penggunaan berlebihan tersebut menjadikan Google makin mengokohkan kedudukan sebagai raja pasaran dan jadi satu-satunya alternatif yang pantas buat perusahaan yang mau menayangkan iklan via pencarian daring. Menurut keterangan dari ahli hukum kompetisi Dr. Or Brook, pada kasus ini, usaha serta institusi di Inggris entah besar atau kecil, nyaris tak punya opsi lain selain pakai iklan Google utk mensuarakan produknya.
Dia bertindak untuk kepentingan puluhan ribu badan usaha yang berlokasi di Inggris dan sudah memakai jasa periklanan mesin pencari Google dari awal tahun 2011 sampai saat tuntutan diajukan. Dr. Brook diperkuat oleh kantor law firm bernama Geradin Partners.
- Emas Mencapai Harga tertinggi Baru, Menembus Angka Rp 2 Juta per Gram di Pegadaian
- IHSG Diperkirakan Menurun, Saham Emiten Emas MDKA, BRMS, dan PSAB Sebagai Saran Investasi
- Dow Jones Jatuh, Sektor Teknologi Terpukul oleh Peringatan Nvidia Tentang Tarif dari Trump
"Para regulator di seluruh dunia telah menyebut Google sebagai monopoli, dan menduduki tempat utama di laman awal Google sangat krusial untuk tingkat kehadiran," ungkap Brook, seperti dilaporkan CNBC, Rabu (16/4).
Selanjutnya, dia menyebutkan, "Google sudah mengambil keuntungan dari penguasaannya di pasaran pencarian umum serta periklanan berbasis pencarian guna memberikan beban pada para pengiklan melalui biaya tambahan yang tidak proporsional."
Tuntutan kelompok ini ditujukan agar Google dimintai pertanggungjawaban atas tindakan tidak sahnya. Selain itu, mereka berusaha mendapatkan ganti rugi bagi para pengiklan di Inggris yang sudah membayar biaya iklan terlalu tinggi.
Merespon tuntutan itu, Google mengklaim bahwa perkara ini hanyalah satu lagi kasus yang bersifat spekulatif dan oportunis. Mereka juga memastikan akan terus berjuang dalam hal ini. "Pengguna serta para pengiklan memilih Google lantaran layanan kami yang bermanfaat, bukan karena kurangnya pilihan," jelas pernyataan dari seorang wakil pers Google.
Studi pasar yang dilakukan pada tahun 2020 oleh Komisi Perdagangan dan Perlindungan Persaingan (CMA) — otoritas pengawas persaingan dari Inggris— menyatakan bahwa Google mendominasi dengan meraih 90% total pendapatan di segmen periklanan berbasis pencarian. Tuntutan hukum ini mencatat bahwasanya Google sudah melakukan beberapa tindakan guna mencegah kompetitor masuk ke ranah penelusuran online.
Tahap-tahap tersebut meliputi pembuatan kesepakatan dengan produsen telepon seluler cerdas agar mengintegrasikan Google Search dan Chrome sebagai aplikasi bawaan pada perangkat berbasis Android. Selain itu, juga menyetujui transaksi senilai miliaran dolar dengan Apple demi mempertahankan posisi Google sebagai penyedia layanan pencarian utama dalam browser Safari milik mereka.
Di samping itu, tuntutan tersebut juga menyebutkan bahwa Google mengonfirmasi jika mesin pengelolaan periklanannya, yaitu Search Ads 360, memberikan fungsi serta fitur yang lebih unggul dan beragam dibandingkan dengan produk kompetitornya dalam hal layanan iklannya sendiri.
Perusahaan Raksasa Teknologi Amerika Serikat Lain Juga Terancam Dengan Tuntutan Hukum
Di luar Google, beberapa raksasa teknologi Amerika Serikata lainnya seperti Microsoft, Apple, sampai Meta sedang menghadapi serangan kasus hukum, penyelidikan aturan pemerintah, serta sanksi denda terkait keprihatinan tentang dominasi dan dampak besar mereka.
Tahun 2018, Google dijatuhi denda sebesar 4,3 miliar Euro oleh Uni Eropa lantaran melanggar aturan persaingan usaha dengan menyulitkan rival-rivalnya lewat kekuatan dominannya pada sistem operasi mobile Android. Perusahaan itu dipaksa untuk mendistribusikan browser Chrome serta layanan pencarian secara wajib bersama dengan toko aplikasi milik mereka, Play Store, kepada pembuat smartphone. Meski telah berlalu tujuh tahun, sampai detik ini Google tetap saja menggugat kembali sanksi monopoli yang ditimpakan padanya.
Kemarin, kasus tuntutan anti-monopoli dari FTC melawan Meta telah dimulai di pengadilan dengan potensi bahwa perusahaan jejaring sosial besar itu mungkin harus melepas aset seperti Instagram dan WhatsApp-nya.
Pada bulan Januari kemarin, CMA Inggris mengungkapkan keprihatinan mereka tentang permasalahan persaingan dalam industri komputasi awan. Mereka menyarankan untuk melakukan investigasi lebih lanjut terhadap Amazon serta Microsoft sesuai dengan Undang-Undang Baru dan Penting Terkait Persaingan yakni Digital Markets, Competition and Consumers Act.
Tindakan ini berlangsung setelah gugatan class action diajukan pada Desember 2024 yang menuding Microsoft dengan sengaja memberikan beban tambahan kepada klien milik penyedia layanan awan bersaing. Dalam kasus itu, pemegang kuasa hukum persaingan Maria Luisa Stasi meminta sebanyak lebih dari 1 miliar pound sterling sebagai bentuk balasan untuk bisnis-bisnis yang terpengaruh.
Tidak ada komentar untuk "Google Menghadapi Tuntutan Fantastis Rp 111 Triliun di Inggris Karena Kuasanya di Mesin Pencari"
Posting Komentar