Menjelajahi Peluang Performa Emiten di Tengah Gejolak Pasar

.CO.ID – JAKARTA Beberapa perusahaan yang memiliki keranjang investasi mengadopsi taktik agar performa mereka tetap terjaga meski kondisi pasarnya tidak stabil.
Sebagai informasi tambahan, Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG Hari ini, Rabu (16/4), indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di level 6.400. Sejak awal tahun 2025, IHSG telah mengalami penurunan sebesar 9,6%. year to date (YTD).
Hari ini aliran dana asing tercatat keluar Rp 364,6 miliar di pasar reguler. Sejak awal tahun, aliran dana asing sudah keluar Rp 33,77 triliun.
Apabila kita menilik performa pada tahun 2024, latar belakang dari hasil kerja perusahaan yang memiliki ragam portofolio investasi pun tetap bervariasi. Sebagai contoh, ada PT Saratoga Investama Sedaya Tbk ( SRTG Perusahaan berhasil mencatatkan laba bersih senilai Rp 3,29 triliun di tahun 2024. Ini merupakan perubahan drastis dibanding kerugian sebesar Rp 10,14 triliun yang dialami pada tahun 2023.
SRTG mencatat peningkatan Nilai Aset Bersih (Net Asset Value/NAV) sebesar 10,5% setiap tahun (year-on-year/yoy) menjadi Rp 53,9 triliun pada tahun 2024, naik dari angka Rp 48,9 triliun yang dicapai pada tahun 2023.
Bukan hanya itu saja, SRTG sudah mengumpulkan pendapatan dividennya senilai Rp 3,8 triliun pada tahun 2024, meningkat 36% jika dibandingkan dengan tahun 2023. Capaian tersebut disokong oleh aliran uang tunai yang baik dari perusahaannya dalam portofolio, seperti ADRO , TBIG , dan MPMX .
"Portofolio kita telah menghasilkan nilai berkelanjutan sambil meningkatkan dasar-dasar bisnis dalam situasi pasar yang selalu berubah," ungkap Direktur Investasi SRTG Devin Wirawan.
Di samping mendistribusi dividen, SRTG juga sukses menmonetisasi perusahaan-perusahaannya dalam portofolio dan menghasilkan aliran dana senilai Rp 712 miliar pada tahun kemarin. Dengan demikian, jumlah keseluruhan dari aliran kas SRTG sepanjang tahun 2024 telah mencapai angka fantastis yaitu Rp 4,5 triliun.
Investor Relations Dalam hal ini, Mellisa Holiday menyebutkan bahwa SRTG telah menetapkan anggaran untuk pembelian aset tetap atau modal. capital expenditure Biaya modal (capex) senilai antara US$ 100 juta sampai dengan US$ 150 juta direncanakan untuk tahun ini. Dana tersebut bertujuan untuk menguatkan portofolio saat ini serta mengejar kesempatan berinvestasi yang bisa menciptakan keuntungan signifikan bagi para pemilik saham dalam periode waktu yang lebih lama.
"Kami masih berfokus untuk menemukan kesempatan di bidang-bidang yang memiliki prospek pertumbuhan jangka panjang. Ini termasuk energi terbarukan, pelayanan kesehatan, infrastruktur digital, serta sektor konsumen," katanya beberapa saat lalu.
Namun, PT Provident Investasi Bersama Tbk ( PALM ), justru tercatat merugi untuk tahun lalu. PALM menghadapi kerugian bersih akibat investasi dalam bentuk saham dan instrumen keuangan lainnya senilai Rp 1,63 triliun di tahun 2024. Hal ini menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan kerugian sebesar Rp 3,13 triliun yang dialaminya pada tahun 2023.
PALM memegang saham di PT Merdeka Battery Materials Tbk ( MBMA ), PT Merdeka Copper Gold Tbk ( MDKA PT Mega Manunggal Property Tbk ( MMLP ), serta PT XL Axiata Tbk ( EXCL ).
Hingga tahun 2024, fair value dari MBMA yang dimiliki mencapai Rp 3,65 triliun, sedangkan dalam laporan keuangan berbasis hak milik atau MDKA adalahRp 2,17 triliun. Untuk MMLP bernilai Rp 1,72 triliun, serta EXCL senilai Rp 198 miliar.
Apabila dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2023, nilai wajar dari MBMA yang dimiliki mencapaiRp 4,46 triliun, MDKA senilai Rp 3,63 triliun, serta MMLP bernilai Rp 480 miliar. Sedangkan untuk PALM, perusahaan ini tidak memiliki saham EXCL di tahun sebelumnya.
Sebaliknya, PT Astra International Tbk (صندVMLINUX ASII dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (Emtek) EMTK ) juga tengah menjaga portofolio investasi mereka agar tak memberatkan kinerja.
Kepala Hubungan Investasi Korporat Astra International menurut pendapat Tira Ardianti mempunyai lini usaha yang bervariasi dan dasar keuangan yang sehat. Menghadapi fluktuasi di pasaran, ASII menyusun taktik sambil tetap bertumpu pada perkembangan jangka panjang yang berkesinambungan.
"Kami juga terus konsisten dalam mengatur pengeluaran dan memantau keuangan, serta berdisiplin dalam manajemen pembelanjaan modal dan investasi, sambil memperhatikan situasi pasaran dan potensi setiap lini bisnis," katanya saat diwawancara oleh pada hari Rabu (16/4).
Sebagai informasi, hingga 31 Desember 2024, ASII memiliki saham di PT Medialoka Hermina Tbk ( HEAL ) dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk ( GOTO Dengan nilai wajar masing-masing sebesar Rp 1,9 triliun dan Rp 1,3 triliun. Untuk dibandingkan, nilai wajar HEAL dan GOTO yang dimiliki oleh Astra adalahRp 1,7 triliun dan Rp 1,6 triliun.
Menurut Tira, fluktuasi pasar tentunya bisa mempengaruhi nilai investasi dalam portofolio perusahaan publik. Meski demikian, performa Grup Astra secara umum masih didukung oleh ketahanan operasional utama yang ada di beberapa lini bisnisnya seperti otomotif, layanan finansial, mesin konstruksi, serta sektor infrastruktur.
"Diversifikasi dari rangkaian usaha kita sangat crucial untuk mempertahankan performa yang stabil meski menghadapi perubahan pasar," jelasnya.
Pada akhir tahun 2024, yaitu tanggal 31 Desember, EMTK memiliki investasi dalam bentuk saham yang terdaftar di pasar modal senilaiRp 1,22 triliun berdasarkan nilai wajar. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dibandingkan dengan nilai wajar sebesar Rp 1,10 triliun pada 31 Desember 2023.
Kepala Eksekutif Utama PT Profina Visindo, Praska Putrantyo menyampaikan bahwa performa saham perusahaan publik bergerak di bidang investasi mengalami tekanan signifikan pada tahun 2024, terlebih lagi untuk kode saham ASII. Penurunan tersebut dipicu oleh peningkatan tekanan dalam sektor otomotif karena menurunnya kemampuan konsumen membelanjakan uang dan kondisi pasar dengan suku bunga yang tetap tinggi.
Sama halnya dengan performa saham EMTK yang mengalami tekanan cukup signifikan di tahun 2024 akibat dari PT Bukalapak.com Tbk ( BUKA yang mengakhiri kegiatan e-commerce tersebut.
Sebaliknya, performa saham SRTG malah mengalami pertumbuhan pada tahun 2024 karena adanya dividenden besar dari ADRO dan proses pemisahan PT Adaro Andelan Indonesia Tbk. AADI ")," katanya kepada , Rabu (16/4).
Di masa ketidakstabilan pasar, Praska berpendapat bahwa sekarang adalah kesempatan ideal bagi emiten-emiten itu untuk meningkatkan saham-saham mereka di dalam perusahaan-perusahaan anak usaha mereka.
"Emiten juga bisa memperluas investasi mereka ke sektor-sektor lain yang kini sedang diminati, seperti pertambangan logam mulia serta bidang perbankan," jelasnya.
Bagi ASII, potensi performa perusahaan kemungkinan masih akan terkendala karena sektor otomotif yang belum pulih sepenuhnya. Kondisi penjualan di industri otomotif yang masih lesu diperkirakan akan mempengaruhi hasil operasional hingga tahun 2025.
Bagi EMTK, prospek hingga tahun 2025 tetap positif. Khusus dalam bidang usaha media, performanya terus membaik karena peningkatan jumlah hak siar pertandingan olahraga, entah itu disiarkan tradisional atau daring. "Di samping itu, EMTK pun mengembangkan sayap mereka ke ranah teknologi serta perbankan," jelasnya.
Sementara itu, SRTG tetap menanamkan investasinya di saham-saham blue chip, menjadikannya memiliki potensi pertumbuhan yang positif. "Terutama dalam sektor saham perusahaan manufaktur logam mulia, teknologi, serta jasa keuangan," tambahnya.
Praska juga menyarankan pembelian beli untuk EMTK dengan tujuan harga antara Rp 560 hingga Rp 580 per saham. Sedangkan untuk ASII, saran mereka adalah membeli saat ada koreksi di sekitar level Rp 4.300 sampai Rp 4.500 per saham. Selanjutnya, SRTG bisa dipertimbangkan sebagai pilihan dengan target harga yaitu antara Rp 1.900 dan Rp 1.950 per saham.
Fanal Aji Gusta, analis pasar senior dari Mirae Asset Sekuritas, mengamati bahwa performa SRTG pada tahun 2024 tetap positif. Meskipun demikian, untuk menganalisis potensi perusahaan ini lebih lanjut, penting untuk melacak kemana saja uangnya dialokasikan dalam portofolionya.
"Performa EMTK dan ASII mungkin masih akan tumbuh berkat dukungan dari portofolio investasi mereka yang sedang berkembang," katanya dalam wawancara dengan pada hari Rabu (16/4).
Di samping itu, perusahaan yang berinvestasi juga dapat menyebar risiko dengan membagi asetnya ke luar pasar saham, misalnya di pasar uang atau surat utang.
Meskipun demikian, suku bunga dari surat utang pemerintah AS dengan jangka waktu 10 tahun sedang naik, yang berdampak pada indeks credit default swap (CDS) Indonesia. "Ini artinya, tetap ada resiko dalam investasi obligasi. Mungkin bisa ditunggu hingga angkanya turun di bawah 100," terangnya.
Pada tahun 2025, Nafan memperkirakan bahwa Saratoga dapat menghasilkan prestasi dalam portofolio investasinya karena terdiri dari sektor-sektor yang sedang berkembang pada saat itu, dengan fokus utama pada komoditas.
Kendala utama yang dihadapi oleh para pemain pasar modal primer berkaitan dengan kebijakan tarif yang diberlakukan Trump serta upaya negosiasi dagang Indonesia. Apabila efek dari tarif tersebut telah dapat diprediksi, maka ada potensi bagi bursa lokal untuk memulihkan stabilitasnya.
Nafan menyadari bahwa Danantara dapat memainkan peran penting dalam menambah likuiditas di pasar IHSG, sehingga secara tidak langsung akan mengoptimalkan performa portofolio dari para pemegang saham investor.
Di samping itu, apabila The Fed mengurangi tingkat suku bunganya, bisa jadi BI juga akan menerapkan kebijakan longgar dalam hal moneter.
"Pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan oleh BI dapat mengurangi biaya peminjaman dan bermanfaat untuk meningkatkan likuiditas di pasar domestik," jelasnya.
Meskipun demikian, semuanya belum terwujud. Oleh karena itu, Nafan belum mengeluarkan rekomendasi untuk emiten investasi.
Analis dari MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana, mengamati bahwa pergerakan saham SRTG berada pada tingkat support sebesar Rp 1.455 per saham dengan resistansi di angka Rp 1.535 per saham. Di sisi lain, gerak harga saham ASII terletak dalam zona support senilai Rp 4.680 per saham serta memiliki titik resistansi di Rp 4.840 per saham.
Herditya juga menyarankan strategi beli saat murah untuk SRTG dengan tujuan harga antara Rp 1.565 hingga Rp 1.650 per saham. Di sisi lain, ASII tetap dianjurkan untuk diam terlebih dahulu dan mengamati situasi pasar.
Tidak ada komentar untuk "Menjelajahi Peluang Performa Emiten di Tengah Gejolak Pasar"
Posting Komentar